Kamis, 28 Januari 2016

Kebijakan dan Pedoman APUPPT Bank Perkreditan Rakyat (BPR)



DAFTAR ISI

1.      PENDAHULUAN
2.      KEBIJAKAN UMUM TERKAIT CUSTOMER DUE DILLIGENCE (CDD)
A.    Customer Due Dilligence (CDD): Nasabah Perorangan
B.     Customer Due Dilligence (CDD): Nasabah Perusahaan
C.     Customer Due Dilligence (CDD): Nasabah Kelembagaan
D.    Customer Due Dilligence (CDD): Nasabah Bank atau  Bpr Lain
E.     Customer Due Dilligenge (CDD): Penerima Kuasa (Beneficial Owner)
F.      Customer Due Dilligence (CDD): Identifikasi Nasabah Baru
3.      PROFIL NASABAH
4.      TANGGUNG JAWAB DIREKSI
5.      TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN
A.    Karakteristik  Transaksi Mencurigakan (TKM)
B.    Nasabah yang Berusaha Menghindari Kewajiban Membuat dan
Memberikan Laporan
C.    Aktivitas yang Tidak Konsisten dengan Usaha Nasabah dan/atau
Profilnya
D.    Perubahan  Dalam Transaksi Bank Ke Bank
E.    Transaksi yang Dikecualikan
6.      PEMANTAUAN REKENING DAN  TRANSAKSI NASABAH
7.      MANAJEMEN  RISIKO
A.    Pengawasan Oleh Pengurus Bank (Management Oversight)
B.    Pendelegasian Wewenang
C.    Pemisahan Tugas
D.    Sistem Pengawasan Intern
8.      PROSEDUR  PEMBUKAAN REKENING TABUNGAN
9.      MENERIMA SIMPANAN UNTUK  DEPOSITO BERJANGKA
A.    Customer  Service
B.    Otorisator  Oleh Pejabat Bank
C.    Teller
D.    Bagian  Deposito
E.    Bagian  Audit
1.        PENDAHULUAN
     Perkembangan bisnis BPR yang melaju sangat pesat telah menyebabkan semakin besarnya risiko bisnis yang dihadapi oleh BPR. Pada awalnya BPR yang kegiatan utamanya hanya memberikan kredit hanya berhadapan dengan risiko kemacetan kredit dan risiko ketidakseimbangan likuiditas. Akan tetapi, dengan semakin membesarnya nilai asset BPR yang diantaranya juga didorong oleh peningkatan penghimpunan dana masyarakat, maka usaha BPR juga menghadapi berbagai risiko usaha lainnya seperti: risiko operasional, risiko tingkat bunga, risiko reputasi, risiko pasar reputasi dan risiko-risiko lainnya. Saat ini perhatian akan risiko reputasi (reputational risk) dirasakan semakin penting terkait dengan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. Karena itu untuk mengurangi risiko usaha, maka BPR perlu menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian (prudential principle).
Bank Indonesia telah mengeluarkan aturan baru yang berkaitan dengan dengan upaya mengurangi resiko reputasi perbankan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Ketentuan ini, sebagai pengganti dari Peraturan Bank Indonesia Nomor:5/23/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau Know Your Customer Principles, pada dasarnya tetap menekankan tentang pentingnya bagi BPR untuk mengenal risk profile atau profil resiko, khususnya untuk nasabah/calon nasabah yang termasuk dalam kriteria yang beresiko tinggi atau Politically Exposed Person (PEP), dimana untuk itu BPR berkewajiban untuk menjalankan prosedur CDD atau Customer Due Dilligence yang secara teknis dan lebih rinci akan dijelaskan di bagian lain pada Buku Kebijakan dan Prosedur Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) ini. Jadi, efektifitas Implementasi Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) ini juga akan sangat bergantung pada kesadaran dari Manajemen BPR, karena kegagalan dalam mengidentifikasi  nasabah dapat memperbesar resiko yang dihadapi BPR, dengan konsekuensi BPR akan menanggung kerugian keuangan yang signifikan baik yang bersumber dari sisi aktiva maupun pasiva BPR.
Implementasi Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) merupakan prinsip-prinsip dasar yang diterapkan BPR untuk mengetahui identitas nasabah khususnya nasabah/calon nasabah yang beresiko tinggi atau Politically Exposed Person (PEP), memantau setiap kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi mencurigakan. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor:12/20/PBI/2011 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), maka dengan ini kami telah menyusun Buku Kebijakan dan Prosedur yang berisi aturan- aturan mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) sebagaimana yang diatur oleh PBI tersebut di atas.

2.        KEBIJAKAN UMUM TERKAIT CUSTOMER DUE DILLIGENCE (CDD)
                                   Sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, BPR wajib melakukan prosedur Customer Due Dilligence (CDD) dengan meminta informasi kepada nasabah mengenai:
a.         Identitas diri calon nasabah (KTP, SIM, Pasport, dan lain-lain) yang memuat informasi mengenai nama, alamat tinggal tetap, tempat dan tanggal lahir serta kewarganegaraan;
b.        Maksud dan tujuan hubungan usaha calon nasabah dengan BPR; Informasi lain yang memungkinkan BPR untuk dapat mengetahui profil calon Nasabah;
c.         Identitas pihak lain, dalam hal calon Nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain;
d.        Identitas dari calon Nasabah sebagaimana dimaksud diatas harus dapat dibuktikan dengan keberadaan dokumen pendukung;
e.         BPR wajib untuk meneliti kebenaran dokumen pendukung identitas calon Nasabah;
f.         Apabila BPR telah menggunakan media elektronis dalam pelayanan jasa perbankan wajib melakukan pertemuan dengan calon Nasabah sekurang- kurangnya pada saat pembukaan rekening.

A.    Customer Due Dilligence (CDD): Nasabah Perorangan
            Dalam hal menerima nasabah perorangan, maka BPR wajib menjalankan prosedur Customer Due Dilligence (CDD) dengan meminta identitas calon nasabah yang harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen pendukung yang sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang:
1)     Identitas Nasabah yang memuat :
a)      nama;
b)     alamat tinggal tetap;
c)      tempat dan tanggal lahir;
d)     kewarganegaraan;
2)     Keterangan mengenai pekerjaan;
3)     Spesimen tanda tangan; dan
4)     Keterangan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan dana.

B.     Customer Due Dilligence (CDD): Nasabah Perusahaan
            Dalam hal BPR menerima calon Nasabah Perusahaan, maka identitas dan dokumen yang dipersyaratkan dalam memenuhi prosedur Customer Due Dilligence (CDD) sekurang-kurangnya adalah terdiri dari:
1.              Akte Pendirian/Anggaran Dasar yang berlaku bagi perusahaan yang bentuk badan hukumnya sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku, dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (MenKumHam);
2.              Izin usaha dari instansi berwenang (SIUP, TDP, SITU, HO, dll);
3.              Nama, spesimen tanda-tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan usaha dengan BPR;
4.              Keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana;
5.              Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
6.              Dokumen identitas para pengurus yang berwenang mewakili perusahaan dalam berhubungan dengan BPR.

C.    Customer Due Dilligence (CDD): Nasabah Kelembagaan
            Dalam hal BPR menerima nasabah berupa lembaga pemerintah, lembaga internasional, dan perwakilan negara asing, maka persyaratan dalam membuka rekening dalam rangka Customer Due Dilligence (CDD), sekurang-kurangnya berupa nama dari calon Nasabah, spesimen tanda-tangan dan surat penunjukan bagi pihak-pihak yang berwenang mewakili lembaga dalam melakukan hubungan usaha dengan BPR.
D.      Customer Due Dilligence (CDD): Nasabah Bank atau  Bpr Lain
            Dalam hal calon Nasabah BPR adalah bank atau BPR lain maka dokumen yang harus disampaikan ke bank dalam rangka Customer Due Dilligence (CDD) terdiri dari dokumen-dokumen yang lazim dalam melakukan hubungan transaksi antar bank, antara lain:
1)      Akte pendirian / anggaran dasar bank atau BPR;
2)      Izin usaha dari instansi yang berwenang;
3)      Nama, spesimen tanda-tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama bank dalam melakukan hubungan usaha dengan BPR.

E.       Customer Due Dilligenge (CDD): Penerima Kuasa (Beneficial Owner)
1)     Dalam hal calon Nasabah bertindak sebagai perantara dan atau kuasa pihak lain (Beneficial Owner) untuk membuka rekening, maka BPR wajib meminta/ memperoleh dokumen pendukung identitas calon nasabah sebenarnya;
2)     BPR wajib meminta dokumen yang memuat keterangan tentang hubungan hukum, penugasan, serta kewenangan bertindak sebagai perantara dan atau kuasa pihak lain;
3)     Dalam hal calon Nasabah sebagaimana merupakan bank lain maka verifikasi atau konfirmasi atas identitas Beneficial Owner dilakukan oleh bank lain yang merupakan calon nasabah tersebut;
4)     Dalam hal calon nasabah merupakan bank lain diluar negeri yang juga telah menerapkan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU & PPT) yang sekurang-kurangnya setara dengan Peraturan di Indonesia, maka BPR cukup menerima pernyataan tertulis bahwa identitas dari Beneficial Owner telah diperoleh dan ditata usahakan oleh bank diluar negeri tersebut;
5)     Dalam hal calon Nasabah bukan merupakan pihak-pihak sebagaimana dimaksud diatas, BPR wajib memperoleh bukti atas identitas dari Beneficial Owner, sumber dana dan tujuan penggunaan dana, serta informasi lainnya mengenai Beneficial Owner dari Nasabah;
6)     Bagi Beneficial Owner perorangan, maka bukti-bukti yang dibutuhkan sekurang kurangnya terdiri dari:
1)     Dokumen identitas;
2)     Bukti pemberian kuasa kepada calon Nasabah;
3)     Pernyataan tertulis dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana dari beneficial owner;
7)     Bagi Beneficial Owner perusahaan termasuk bank:
a)           Dokumen identitas perusahaan sebagaimana diatur untuk nasabah perusahaan;
b)           Dokumen identitas para pengurus yang berwenang mewakili perusahaan;
c)           Dokumen identitas pemegang saham pengendali perusahaan;
d)          Bukti surat pemberian kuasa kepada calon Nasabah termasuk untuk pembukaan rekening;
e)           Pernyataan dari Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana dari Beneficial Owner;
f)            Dalam hal BPR meragukan atau tak dapat meyakini identitas Beneficial Owner, BPR wajib menolak untuk melakukan hubungan usaha dengan calon Nasabah.

F.       Customer Due Dilligence (CDD): Identifikasi Nasabah Baru
1.      Customer Service Officer (CSO), Account / Relationship Manager, Account Executive dan/atau para staf front line lainnya yang berhubungan dengan pembukaan rekening baru bertanggung jawab untuk melakukan prosedur CDD atau Customer Due Dilligence dengan cara identifikasi atas nasabah baru;
2.      Informasi mengenai identitas dari calon nasabah kemudian diserahkan ke supervisor/manajer yang bertugas untuk melakukan review sebelum dilakukannya hubungan usaha dengan calon nasabah tersebut;
3.      Khusus bagi nasabah yang dikategorikan beresiko tinggi atau Politically Exposed Person (PEP), tingkatan review dan prosedur review yang dilakukan atas identifikasi dokumen oleh supervisor atau manajer BPR harus lebih mendetil, yaitu bahwa mereka mungkin perlu untuk mengulangi prosedur untuk memastikan keakuratan informasi yang diperoleh;
4.      Dalam menjalankan proses pemeriksaan dan identifikasi nasabah, BPR menyusun daftar periksa (“Checklist”) dokumen identitas nasabah. Checklist dibuat sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari formulir pembukaan rekening. Checklist ini membantu CSO, Account / Relationship Manager dan/atau karyawan lain yang langsung berhubungan dengan pembukaan rekening nasabah baru, untuk memastikan telah diperolehnya rangkaian lengkap data pengenal diri calon nasabah;

3.        PROFIL NASABAH
A.    Bagian Customer Service menyimpan profil Nasabah dan setiap dibutuhkan wajib selalu tersedia;
B.     Profil nasabah merupakan informasi yang berisi mengenai:
Pekerjaan atau bidang usaha nasabah;
1)         Jumlah penghasilan;
2)         Rekening lain yang dimiliki, apabila ada;
3)         Aktivitas transaksi normal; dan
4)         Tujuan pembukaan rekening. (contoh formulir terlampir)

4.        TANGGUNG JAWAB DIREKSI
A.    Direksi BPR bertanggung jawab atas penerapan pengawasan pelaksanaan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT);
B.     Direksi BPR wajib melarang untuk melakukan hubungan usaha dengan calon Nasabah yang tidak memenuhi ketentuan ini;
C.     Direksi BPR wajib bertanggung jawab atas pemberian pengetahuan dan atau pelatihan bagi karyawan mengenai penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT);
D.    Direksi BPR wajib bertanggung jawab untuk menangani calon Nasabah yang dianggap memiliki risiko tinggi termasuk penyelenggara negara atau Politically Exposed Person (PEP), dan atau transaksi-transaksi yang dapat dikategorikan transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transactions);

5.        TRANSAKSI KEUANGAN MENCURIGAKAN
          Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:
a.      Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari Nasabah yang bersangkutan;
b.      Transaksi keuangan oleh Nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Bank sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang   Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; atau
c.      Transaksi keuangan yang (telah) dilakukan dan/atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

A.      Karakteristik  Transaksi Mencurigakan (TKM)
     Untuk memberikan peringatan dini maka contoh transaksi yang mencurigakan perlu disampaikan ke seluruh staf BPR.
Transaksi yang mencurigakan adalah:
1)        Nasabah sering membuat transaksi besar dan tidak mempunyai keterangan mengenai pekerjaannya yang dulu atau sekarang;
2)        Nasabah tidak mempunyai pengetahuan tentang menjalankan bisnis tapi menyetor atau menarik sejumlah uang yang biasanya terkait dengan menjalankan bisnis (dengan mempertimbangkan sumber dan tujuan dana tersebut); dan
3)        Nasabah yang sumber dananya tidak jelas dan menolak memberikan penjelasan yang memuaskan.

B.       Nasabah yang Berusaha Menghindari Kewajiban Membuat dan Memberikan Laporan
1)     Nasabah berusaha membujuk petugas bank untuk tidak menyimpan catatan atau mengajukan laporan yang diwajibkan;
2)     Nasabah enggan memberikan keterangan yang diperlukan untuk mengajukan laporan yang diwajibkan, enggan untuk mengajukan laporan, atau untuk melanjutkan transaksi setelah diberitahu bahwa laporan harus diajukan;
3)     Nasabah bisnis atau nasabah baru minta dikecualikan dari kewajiban  pelaporan atau pembuatan catatan.
C.      Aktivitas yang Tidak Konsisten dengan Usaha Nasabah dan/atau Profilnya
1)     Pola transaksi mata uang suatu kegiatan usaha tiba-tiba menunjukkan perubahan yang tidak konsisten dengan aktivitas biasanya;
2)     Sebuah usaha eceran mempunyai pola penyimpanan uang tunai yang secara dramatis berbeda dari usaha serupa di lokasi yang sama dan/atau dari jenis usaha yang sama;
3)     Nasabah diketahui mempunyai latar belakang kriminal dan terlibat dalam berbagai transaksi substansial tanpa adanya sumber dana yang jelas dan sah;
4)     Nasabah melakukan transaksi tunai sementara pekerjaannya atau usahanya biasanya tidak menghasilkan atau memerlukan uang tunai sejumlah itu;
5)     Nasabah tidak punya sumber pemasukan yang jelas, namun berulang kali melakukan transaksi;
6)     Setoran uang tunai dalam jumlah besar dari suatu usaha yang biasanya tidak banyak mendapat uang tunai.

D.      Perubahan  Dalam Transaksi Bank Ke Bank
1)        Kenaikan yang cepat dalam besarnya dan frekuensi setoran/deposito tunai tanpa kenaikan yang sepadan dalam setoran/deposito non-tunai;
2)        Peredaran (turnover) yang signifikan dalam uang kertas pecahan besar yang tampaknya tidak sesuai dengan lokasi bank;
3)        Penyetoran uang tunai sebesar lebih dari Rp 100.000.000,-
4)        Pertukaran mata uang: dari nominal kecil ke besar atau besar ke kecil dengan total lebih dari Rp 100.000.000,-
5)        Pembayaran pinjaman dengan uang tunai sebesar Rp 100.000.000,-

E.       Transaksi yang Dikecualikan
Berdasarkan Undang-undang transaksi berikut dikecualikan dari kewajiban adalah:
1)     Transaksi antar bank-bank;
2)     Transaksi dalam Pemerintah Indonesia;
3)     Transaksi dengan Bank Sentral (BI);
4)     Pembayaran gaji;
5)     Tunjangan pensiun; dan
6)     Transaksi lain atas permintaan bank dan disetujui oleh PPATK.
6.        PEMANTAUAN REKENING DAN  TRANSAKSI NASABAH
A.       Dalam setiap tahun BPR wajib melakukan pengkinian data dalam hal terdapat perubahan terhadap dokumen-dokumen identitas nasabah;
B.        Proses pengkinian profil nasabah merupakan tanggung jawab Kepala Seksi UKPN dibawah supervisi/pengawasan Direktur Operasional;
C.        Dalam hal pelaksanaan pengkinian profil atas nasabah yang telah ada merupakan tugas dari Customer Service atau staf BPR lainnya yang bertanggung jawab atas pengelolaan data dan rekening nasabah;
D.       BPR wajib untuk menatausahakan dokumen-dokumen terkait identitas Nasabah, sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sejak Nasabah menutup rekening pada BPR;
E.        Untuk memudahkan pemantauan dan dan penganalisaan terhadap rekening dan dan transaksi nasabah maka setiap hari Direksi meminta informasi sebagai berikut:
1)        Laporan harian transaksi setoran tabungan maupun deposito dan pelunasan kredit ataupun transaksi lainnya yang berkaitan dengan dana masuk ke BPR;
2)        Memisahkan transaksi yang melebihi Rp. 100.000.000,- atau jumlah nominal yang lainnya yang tidak sesuai dengan profil Nasabah agar dapat dilakukan pemantauan dan analisa lebih detail;
3)        Menanyakan ke nasabah baik secara langsung atau melalui cara lain dan lakukan wawancara singkat yang pada pokoknya menanyakan maksud, tujuan transaksi dan sumber dana;
4)        Meminta kepada calon Nasabah pernyataan secara tertulis, bahwa atas seluruh dana yang akan disetorkan ke BPR telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana berasal dari Beneficial Owner;
5)        Dalam hal sumber dana untuk penyetoran tidak berbentuk kas, maka bukti-bukti otentik seperti cek, bilyet giro atau yang dipersamakan dengan itu wajib dibuatkan copynya;
6)        Jika didalam pemantauan dan penganalisaan transaksi harian nasabah terdapat kejanggalan, maka para staf BPR wajib segera melaporkan transaksi dimaksud kepada atasan langsung yang membidanginya untuk segera dilakukan review dengan Direksi;
7)        Setelah dilakukan evaluasi ulang ternyata ada indikasi kuat bahwa transaksi tersebut tergolong dalam transaksi yang dikategorikan sebagai transaksi yang mencurigakan, maka Direksi harus membuatkan laporan tertulis Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah BPR mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan.
(Contoh formulir form 01);

7.        MANAJEMEN  RISIKO
     Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko yang berkaitan dengan Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kebijakan & Prosedur Manajemen RIsiko BPR secara keseluruhan. Agar penerapan pedoman dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka dalam peraturan ini diatur hal-hal sebagai berikut:

A.      Pengawasan Oleh Pengurus Bank (Management Oversight)
1)           Dewan Komisaris bertugas mengawasi penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) yang dilakukan oleh BPR;
2)           Direksi BPR bertanggung jawab atas seluruh penerapan dan sekaligus pengawasan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT);
3)           Pengawasan secara langsung atas penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) di BPR akan dilakukan oleh Direksi melalui Satuan Kerja Audit Intern (SKAI);
4)           Dewan Komisaris, Direksi dan Manajemen BPR berwajiban untuk memahami, mengidentifikasi dan meminimalkan segala risiko yang mungkin timbul dalam penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), antara lain: operational risk, legal risk, concentration risk dan reputational risk;
5)           Direksi dan Manajemen BPR harus memastikan bahwa pejabat dan karyawan Bank memiliki pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan BPR dalam penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT);
6)           Jika BPR memiliki cabang maka pimpinan cabang wajib segera mengirimkan laporan terhadap transaksi-transaksi nasabah yang dianggap mempunyai risiko tinggi atau nasabah-nasabah yang mempunyai transaksi mencurigakan (Suspicious Transaction).

B.       Pendelegasian Wewenang
1.           Tanggung jawab akhir dari penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) ada di Direksi;
2.           Untuk BPR yang mempunyai Kantor Cabang, pelaksanaan penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) dilakukan oleh Pemimpin Cabang;
3.           Dalam pelaksanaan sehari-hari, pelaksanaan penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) didelegasikan kepada Kepala Seksi UKK atau Unit Kerja Khusus APU dan PPT.

C.      Pemisahan Tugas
1.     Untuk penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), maka fungsi staf operasional BPR dan pejabat pemutus harus dipisahkan;
2.     Sebagai fungsi operasional adalah petugas front office yaitu Customer Service, Teller dan staf operasional;
3.     Sebagai fungsi pejabat pengambil keputusan/pemutus adalah pada level Kepala Seksi/Bagian dan Direksi sesuai dengan limitasi kewenangan yang diberikan;
4.     Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan ini harus dilakukan oleh para pejabat pemutus maupun oleh satuan pengawas interen BPR.

D.      Sistem Pengawasan Intern
1.         Pada setiap bagian yang menangani transaksi-transaksi nasabah yang nilainya secara kumulatif atau sekali transaksi diatas Rp.100.000.000,- wajib melakukan pengujian/evaluasi apakah ada transaksi-transaksi nasabah yang dianggap mencurigakan/suspicious transaction. Jika ada indikasi mencurigakan maka bagian tersebut membuat laporan paling lambat setelah satu hari kepada atasan langsung untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut;
2.         Satuan Pengawas Interen berwenang meminta laporan transaksi yang nilainya diatas Rp.100.000.000,- setiap hari. Selanjutnya, Satuan Pengawasan Interen melakukan pemeriksaan dan memberikan penilaian dan sekaligus memastikan bahwa Program Anti Pencucian Uang (APU) & Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) telah dilakukan oleh semua bagian di BPR;
3.         Satuan Pengawas Interen memastikan bahwa telah dilakukan penerapan Program oleh unit-unit kerja terkait serta sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

8.        PROSEDUR  PEMBUKAAN REKENING TABUNGAN
A.         Petugas CS memberikan dokumen pembukaan rekening dan syarat-syarat umum tabungan kepada nasabah;
B.          Melakukan wawancara singkat dengan tujuan menggali informasi menanyakan maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan oleh calon nasabah dengan BPR;
C.          Meminta kepada calon nasabah data-data yang diperlukan sebagai berikut :
1)        Tanda bukti diri (dapat berupa KTP, passport, SIM atau kartu keluarga jika dianggap perlu), keterangan mengenai pekerjaan calon nasabah, keterangan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan dana, bukti pemberian kuasa kepada calon nasabah dari beneficial owner (jika hal ini memang diperlukan) serta tanda tangan calon nasabah pada formulir permohonan pembukaan rekening/daftar isian lainnya harus sama dengan tanda tangan yang tercantum dalam kartu bukti tersebut;
2)        Akte pendirian/anggaran dasar maupun akte-akte perubahan  lainnya (jika ada) serta pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman bagi perusahaan yang badan hukumnya diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (W.V.K), dan/atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-Undang/Peraturan Pemerintah lainnya  (untuk rekening perusahaan). Bukti-bukti tentang usaha yang dilakukan oleh calon nasabah, misalnya : Izin Usaha Perdagangan, Surat Keputusan dari pejabat yang berwenang;
3)        Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi nasabah yang diwajibkan untuk memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
4)        Kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan dengan bank.
5)        Mintakan pernyataan tertulis dari calon nasabah bahwa dana yang akan disetorkan ke bank telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana berasal dari beneficial owner (Contoh formulir 02);
D.         Selanjutnya setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, calon nasabah WNI keturunan asing, perlu diminta surat keterangan ganti nama yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri, alamat lengkap termasuk Nomor RT/RW dan Kelurahannya juga dicatat, dimana untuk mengetahui kebenarannya, sebaiknya Bank melakukan pengecekan.
E.          Input ulang data nasabah ke komputer;
F.           Customer Service (CSO) melakukan input pembukaan rekening tabungan berdasarkan formulir pembukaan rekening dan selanjutnya serahkan dokumen pembukaan rekening kepada pejabat berwenang / otorisator;
G.         Otorisator memeriksa kebenaran input Data rekening nasabah sesuai dengan dokumen-dokumen pendukung dan selanjutnya melakukan otorisasi;
H.         Isi slip setoran Pertama Nasabah;Siapkan file nasabah per Nomor Rekening;
I.            Antarkan nasabah ke Bagian Teller untuk melakukan transaksi setoran;

9.        MENERIMA SIMPANAN UNTUK  DEPOSITO BERJANGKA
A.    Customer Service
1)      Calon Deposan mengisi formulir kontrak pembelian Deposito Berjangka yang dibuat rangkap dua dan menyerahkan formulir tersebut kepada Customer Service;
2)      Lakukan wawancara singkat (bisa oleh Customer Service atau Pejabat yang berwenang yang ditugaskan untuk itu) yang intinya menanyakan maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan oleh calon nasabah dengan BPR Kita, dan tanyakan kepada calon deposan apakah sebelumnya sudah mempunyai deposito berjangka di bank kita, jika sudah ada lakukan evaluasi, untuk apa penempatan deposito dimaksud;
3)      Minta kepada calon nasabah data-data yang diperlukan sebagai berikut:
a.       Tanda bukti diri (dapat berupa KTP, passport, SIM atau kartu keluarga jika dianggap perlu), keterangan mengenai pekerjaan calon nasabah, keterangan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan dana, bukti pemberian kuasa kepada calon nasabah (jika hal ini memang diperlukan) serta tanda tangan calon nasabah pada formulir permohonan pembukaan rekening/daftar isian lainnya;
b.      Referensi tertulis pihak ketiga yang dikenal baik oleh Bank atau Pejabat Bank yang mengenal calon nasabah yang bersangkutan (Contoh Formulir Referensi 03);
c.       Akte pendirian/anggaran dasar maupun akte-akte perubahan  lainnya (jika ada) serta pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman bagi perusahaan yang badan hukumnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (W.V.K), dan/atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-Undang/Peraturan Pemerintah lainnya (untuk rekening perusahaan). Bukti-bukti tentang usaha yang dilakukan oleh calon   nasabah, misalnya: Izin Usaha Perdagangan, Surat Keputusan dari pejabat yang berwenang;
d.      Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi nasabah yang diwajibkan untuk memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e.       Mintakan pernyataan tertulis dari calon nasabah bahwa dana yang akan disetorkan ke Bank telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana berasal dari Beneficial Owner (Contoh formulir 02);
4)      Selanjutnya apabila syarat-syarat tersebut diatas sudah dipenuhi, apabila calon nasabah Warga Negara Indonesia keturunan asing, perlu diminta surat keterangan ganti nama yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri atau Pemerintah Daerah. Alamat lengkap termasuk No. RT/RW dan Kelurahannya juga dicatat;
5)      Untuk mengetahui kebenaran alamat Nasabah tersebut, sebaiknya Bank melakukan pengecekan dengan meneliti dan mencocokkan data-data yang tertera diatas formulir kontrak pembelian;
6)      Setelah semua persyaratan dinyatakan beres, maka Customer Service menyiapkan slip setoran dan meminta nasabah untuk mengisi dan menanda tanganinya;
7)      Untuk Nasabah Deposan yang datanya masih belum terdaftar di sistem komputer, berikan nomor nasabah (Customer Number) input data nasabah dan teruskan ke otorisator.

B.     Otorisator  Oleh Pejabat Bank
1)     Memeriksa keabsahan data/kelengkapan aplikasi dan data nasabah serta lakukan evaluasi untuk memastikan bahwa penempatan deposito ini tidak ada hubungannya dengan kegiatan pencucian uang (money laundry);
2)     Memberikan otorisasi data nasabah dan mengembalikan semua dokumen   ke Customer Service;
3)     Customer  Service  menghantar  nasabah  ke  Teller  dan  menyerahkan    slip setoran beserta formulir kontrak pembelian depositor berjangka.

C.     Teller
1)      Menerima slip setoran dan formulir kontrak pembelian deposito berjangka;
2)      Mengecek /memeriksa jumlah kas yang dipakai untuk penempatan deposito;
3)      Input slip setoran dimaksud ke dalam menu yang disediakan untuk itu;
4)      Melakukan penjurnalan trasaksi penempatan deposito
5)      Meneruskan slip setoran beserta dokumen lain ke bagian deposito.

D.    Bagian  Deposito
1)      Mencetak Bilyet Deposito dan  membubuhi materai (lembar asli),    diteruskan kepada pejabat yang berwenang untuk ditandatangani dan diotorisasi atau ditandatangani;
2)      Masukan ke Register Bilyet Deposito yang beredar;
3)      Input ke komputer dengan jurnal:
4)      Menyerahkan asli Bilyet Deposito kepada Customer Service untuk diteruskan kepada Nasabah, akan tetapi sebelumnya Customer Service harus meminta Nasabah untuk menandatangani copy formulir tanda terima;
5)      Menyimpan slip pencairan Deposito dengan dilampiri foto copy KTP Nasabah, formulir  kontrak  pembelian  deposito  berjangka  (lembar  ke  1)  berdasarkan tanggal jatuh tempo dengan slip  pencairan     deposit on  call   berada palingatas;
6)      Mengirim copy confirmasi bersama-sama dengan formulir kontrak   pembeliandeposito berjangka kepada Bagian Satuan Kerja Audit Intern (SKAI);

E.     Bagian  Audit
Memeriksa/membandingkan  formulir  kontrak  pembelian  deposito berjangka dengan Copy Konfirmasi dan pastikan bahwa penempatan deposito berjangka sudah sesuai dengan counter rate yang berlaku; Jika tidak sesuai (special rate) mintakan bukti persetujuan dari manajemen;
Menyimpan    Copy   Konfirmasi      dan      formulir           kontrak            pembelian deposito berjangka ke  dalam file  tempat penyimpanannya berdasarkan  tanggal   jatuh tempo dengan copy confirmasi secara kronologis;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar